Senin, 20 April 2015

Hukum Dagang

BAB VI.


HUKUM DAGANG


I.                   Hubungan antara Hukum Dagang dan Hukum Perdata

Hukum dagang dan Hukum Perdata adalah dua hukum yang saling berkaitan. Hal ini dapat dibuktikan didalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUH Dagang.

Hukum Perdata adalah ketentuan yanng mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat.

Berikut beberapa pengertian dari Hukum Perdata :

1.     Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yanng satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan
2.     Hukum perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentigannya.
3.     Hukum Perdata adalah ketentusn dan peraturn yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Hukum Dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan.
Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi menjadi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.

II.                 Hubungan antara Pengusaha dan Pembantunya

Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan perusahaannya. Seorang yang menjalankan suatu perusahaan, terutama perusahaan yang besar, biasanya tidak dapat bekerja seorang diri, dalam melaksanakan perusahaannya ia perlu bantuan orang-orang yang bekerja padanya sebagai bawahannya maupun orang yang berdiri sendiri dan mempunyai perusahaan sendiri dan mempunya perhubungan tetap maupun tidak tetap dengan dia

Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :

1.      Membantu didalam perusahaan

Yaitu mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi ( hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perburuhan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokurasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan

2.      Membantu diluar perusahaan

Pengusaha-pengusaha kebanyakan tidak lagi berusaha seorang diri, melainkan bersatu dalam persekutuan-persekutuan atau perseroan-perseroan yang menempati gedung-gedung untuk kantornya dengan sedikit atau banyak pegawai. Kemudian dibedakanlah antara perusahaan kecil, sedang dan besar. Pada tiap-tiap toko dapat dilihat aneka warna pekerja-pekerja seperti para penjual, penerima uang, pengepak, pembungkus barang-barang, dan sebagaiinya. Dan kesemuanya tersebut telah ada pembagian pekerjaan, sebab seorang tidak dapa melaksanakan seluruh pekerjaan.

Dalam menjalankan perusahannya pengusaha dapat:
  • Melakukan sendiri, Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan sendiri, merupakan perusahaan perseorangan.
  • Dibantu oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
  • Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan perusahaan, Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan merupakan perusahaan besar
Hubungan hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat :

a. Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata
b. Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
c. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata

III.           Kewajiban Pengusaha

1. Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
2. Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan
3. Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan
4. Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
5. Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi
6. Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek


Referensi :




Hukum Perjanjian

BAB V

HUKUM PERJANJIAN



Dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.Pengertian ini mengundang kritik daribanyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifatsepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik dikedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secarasederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihaksepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.


I.                   Standar Kontrak

Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
- Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
- Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
b. Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu kontrak harus berisi:
1. Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
2.Subjek dan jangka waktu kontrak
3.Lingkup kontrak
4.Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
5.Kewajiban dan tanggung jawab
6.Pembatalan kontrak

II.                 Macam-macam Perjanjian

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Pembedaan tersebut adalah sebagai berikut: 

1.   Perjanjian timbal balik.
2.   Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban.
3.   Perjanjian khusus (benoend) dan perjanjian umum (onbenoend).
4.  Perjanjian kebendaan (zakelijk) dan perjanjian obligatoi.
5. Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil.  
6.   Perjanjian-Perjanjian yang istimewa sifatnya.

III.                   Syarat Sah nya Perjanjian

1.   Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri
·                     Unsur paksaan (dwang
·                      Unsur kekeliruan (dwaling). Baik kekeliruan pada subjek hukum (orang) maupun pada objek hukum (barang). 
·                      Unsur penipuan (bedrog)

2. Kecakapan.untuk membuat suatu perikatan. Seseorang dikatakan tidak cakap jika meliputi: 
·                     Orang –orang yang belum dewasa
·                      Mereka yang ditaruh dibawah pengampua 
·                      Mereka yang telah dinyatakan pailit 
·                      Orang yang hilang ingatan

3.   Suatu hal tertentu

4.   Suatu sebab yang halal (causa yang halal)


IV.                 Pembatalan Perjanjian

Ada beberapa cara hapusnya atau batalnya perjanjian :

·            Ditentukan dalam perjanjian oelh kedua belah pihak. Misalnya : penyewa dan yang menyewakan bersepakat untuk mengadakan perjanjian sewa menyewa yang akan berakhir setelah 3 tahun.  
·    Ditentukan oleh Undang-Undang. Misalnya : perjanian untuk tidak melakukan pemecahan harta warisan ditentunkan paling lama 5 tahun.  
·            Ditentukan oleh para pihak dan Undang-undang. Misalnya : dalam perjanjian kerja ditentukan bahwa jika buruh meninggal dunia perjanjian menjadi hapus.  
·       Pernyataan menghentikan perjanjian. Hal ini dapat dilakukan baik oleh salah satu atau dua belh pihak. Misalnya : baik penyewa maupun yang menyewakan dalam sewa menyewa orang menyatakan untuk mengakhiri perjanjian sewanya. 
·  Ditentukan oleh Putusan Hakim. Dalam hal ini hakimlah yang menentukan barakhirnya perjanjian antara para pihak.  
·       Tujuan Perjanjian telah tercapai. Misalnya : dalam perjanjian jual beli bila salah satu pihak telah mendapat uang dan pihak lain telah mendapat barang maka perjanjian akan berakhir.  
·  Dengan Persetujuan Para Pihak. Dalam hal ini para pihak masing-masing setuju untuk saling menhentikan perjanjiannya. Misalnya : perjanjian pinjaman pakai berakhir karena pihak yang meminjam telah mengembalikan barangnya.

I.                   Prestasi dan Wan Prestasi

Pengertian prestasi (performance) dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan“condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.
Model-model dari prestasi (Pasal 1234 KUH Perdata), yaitu berupa :
– Memberikan sesuatu;
– Berbuat sesuatu;
– Tidak berbuat sesuatu.

Pengertian wanprestasi (breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.
Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.

Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena :
– Kesengajaan;
– Kelalaian;
– Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian)




Referensi :
1.     http://coretan-jemari.blogspot.com/2013/04/tugas-4-hukum-perjanjian.html


Hukum Perikatan

BAB IV.

HUKUM PERIKATAN




I.             Pengertian Perikatan


Perikatan berasal dari Bahasa Belanda, “Verbintenis”. KUH Perdata sama sekali tidak memberikan uraian mengenai pengertian perikatan. Meskipun demikian, pengertian perikatan dapat kita peroleh dari pendapat beberapa pakar hukum.
Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi.
Menurut beberapa ahli, perikatan adalah :

-      Von Savigny

Perikatan huku  adalah hak dari seseorang (kreditur) terhadap seseorang lain (debitur)

-      Prof. Subekti

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain  berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu

-      Prof. Soediman Kartohadiprodjo

Hukum perikatan adalah kesemuanya kaidah hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang bersumber pada tindakannya dalam lingkungan hukum kekayaan

II.           Dasar Hukum Perikatan

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :

1.   Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)

2.   Perikatan yang timbul undang-undang

Perikatan yang timbul dari undang-undang dibagi menjadi dua, yaitu undang-undang saja dan undang-undang perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang (uit wt ten gevolge van’s mensen toeden)”

3.   Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwarneming)

III.          Azas-azas dalam Hukum Perikatan



Azas-azas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsesualisme.

-      Azas kebebasan berkontrak terlihat didalam pasal 1337 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi pra pihak yang mebuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

-      Azas Konsesualisme artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azam konsesualisme lazim disimpulkan dalam pasal 1320 KUHP Perdata.

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat, yaitu :

1.   Kata Sepakat antara para pihak yang terlibat
2.   Cakap membuat suatu perjanjian
3.   Mengenai suatu hal (peranjian) tertentu
4.   Suatu sebab yang Halal


IV.         Hapusnya Perikatan

Perikatan itu bisa dihapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan pasal 1381 KUHP Perdata. Ada 6 cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :

1.   Pembahasan Hutang
2.   Perjumpaan Hutang
3.   Pembebasan Hutang
4.   Musnahnya barang yang terhutang
5.   Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan
6.   Kadaluwarsa

Referensi :

2.   http://www.jurnalhukum.com/pengertian-perikatan/