Senin, 09 November 2015

RESENSI NOVEL

Judul                : Ibuku (Tidak) Gila
Penulis             : Anggie D Widowati
Penerbit           : Grasindo
Cetakan           : 2014
Tebal               : 310 Halaman

Seorang ibu memiliki ikatan batin yang abstrak dengan putra putrinya, walaupun ada pisau yang menyakitkan mengiris ikatan tersebut, tetapi ikatan itu tidak akan pernah putus, selamanya. Hal inilah yang coba disampaikan oleh Anggie melalui novelnya kali ini. Kisah dimulai ketika Dewa, mengetahui bahwa ibu biologisnya selama ini dirawat di rumah sakit jiwa. Hal ini membuat Dewa bertanya – tanya apa yang membuat sang ayah merahasiakan hal ini darinya selama bertahun – tahun dan alasan ibunya dirawat dirumah sakit jiwa. Kenapa ayah nya tega menaruh ibu dirumah sakit jiwa sendirian, kenapa ayah menikah lagi dan bertindak seolah – olah selama ini tidak ada apa – apa pada dirinya ? apakah ayah tidak mencintai ibu lagi ? apa ayah dan ibu tiriku berselingkuh hingga menjadi  penyebab ibu gila ? semua pertanyaan itu berkecamuk dalam pikiran Dewa dan meyebabkan dirinya tidak bisa fokus kepada kuliahnya. Nilai ujiannya hancur dan hubungan yang telah ia bina bersama pacarnya pun terpaksa harus putus ditengah jalan, keretakan hubungan keluarga antara Dewa, ayah dan mama tirinya pun tidak terhindari. Anehnya, ibunya tidak mengenali dirinya dan selalu histeris juga bertindak kasar tiap kali melihat dirinya. Dewa pun meminta bantuan seorang mahasiswi psikologi bernama Ara untuk membantu dirinya menyusuri dan mengungkap perjalanan hidup ibunya dahulu, juga membantu dirinya memecahkan mimpi – mimpi yang sering dirinya alami, mulai dari gadis kecil yang selalu memanggil namanya didalam mimpi hingga sepatu merah dan bunga kertas ungu. Dewa yakin mimpinya ini merupakan kunci baginya untuk tahu apa yang terjadi dan rahasia apa yang sebenarnya disembunyikan ayahnya. Setelah menguak dan menelusuri masa lalu ibunya, Dewa menemukan kenyataan bahwa semua hal ini justru bermuara dari dirinya. Dewa akhirnya mendapatkan bukti bahwa sebenarnya ia memiliki adik kandung perempuan, gadis yang selalu muncul dalam mimpinya. Sekaligus mendapat kenyataan pahit bahwa sebenarnya dirinya lah yang menyebabkan kematian adiknya yang berujung kepada kegilaan sang ibu yang memiliki masa kecil kelam bersama kedua orangtuanya. Tema yang diangkat dalam novel ini adalah mengenai gangguan psikologis yang dibumbui kisah hubungan keluarga dan juga kisah cinta. Tokoh utama dalam novel ini adalah Dewa, sedangkan tokoh kedua adalah Ara mahasiswa psikologi dan ketiga adalah ibu Dewa yang mengalami gangguan mental. Penokohannya pun menarik, dimulai dari Dewa seorang mahasiswa jurusan ekonomi yang memiliki rasa curiga yang tinggi terutama mengenai penyebab kejiwaan sang ibu dan selalu memiliki keyakinan bahwa ibunya waras, serta keras kepala. Sedangkan Ara adalah mahasiswi psikologi yang berparas cantik, memakai kacamata dan juga cerdas. Sang ibu memiliki penokohan sebagai seorang wanita paruh baya yang memiliki gangguan kejiwaan dan selalu berpenampilan berantakan. Ayah adalah seorang pejabat negeri yang berwibawa, tegas namun juga lembut dan penyayang. Novel ini mengambil latar belakang di rumah sakit jiwa, kediaman Dewa di Solo dan kampung halaman sang ibu di Jogja dimana ia menguak semua rahasia kelam masa kecil ibunya. Waktu dalam cerita ini adalah pagi, siang dan malam dengan suasana cerita yang cenderung sedih, marah dan kecewa. Cerita memiliki alur maju mundur, ditandai dengan adanya flashback masa lalu dan kejadian yang sedang terjadi sekarang. Amanat serta nilai moral yang terkandung didalamnya yaitu kita harus menyayangi lah ibu kita apapun keadaannya, karena bagaimanapun kita adalah anak nya yang telah dikandung susah payah selama 9 bulan dan dilahirkannya dengan taruhan nyawa.Juga jangan mudah menyerah dan selalu bersyukur. Novel ini memiliki kelebihan yaitu cerita yang disuguhkan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti, penjelasan masalah psikologis pun diberikan lengkap sehingga pembaca mudah memahami mengingat genre yang diangkat cukup berat. Cerita yang dituturkan pun dapat membawa pembaca merasa terlibat langsung dalam emosi – emosi yang disampaikan oleh tiap tokohnya. Sedangkan kekurangan novel ini adalah akhir ceritanya yang menggantung dan belum ada kejelasan keadaan selanjutnya mengenai sang ibu, dan malah fokus dengan kisah cinta antara Dewa dan Ara.



Sumber : http://www.kompasiana.com/www.bellasetiawati.com/resensi-ibuku-tidak-gila-ketika-drama-bertemu-psikologi_54f35c527455137d2b6c71fb

Penalaran Deduktif

PENALARAN DEDUKTIF

ANALISA PEMBAHASAN










Nama Dosen : Drs. Budi Santoso, MM

Penyusun :
Anisah Zahrina Mawaddah (21213085)




FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015








KATA PENGANTAR


Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Bahasa Indonesia dengan judul “Penalaran Deduktif” ini. Tugas ini dibuat berisi tentang pengertian dan jenis-jenis kalimat deduktif.

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan besar harapan saya agar tulisan ini dapat berguna dan memberikat manfaat yang positif bagi saya pribadi dan kepada para pembaca tulisan ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Saran dan kritik begitu saya harapkan agar dapat memperbaiki tulisan saya dimasa mendatang.




                                    Bekasi, November 2015


(Penyusun)






DAFTAR ISI

Cover ......................................................................................................................................... I
Kata pengantar .......................................................................................................................... II
Daftar Isi ................................................................................................................................... III
BAB I : Pendahuluan ................................................................................................................ 4
1.1  Latar Belakang ...........................................................................................  4
1.2  Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
1.3  Tujuan ......................................................................................................... 4
BAB II : Pembahasan ............................................................................................................... 5
-          Penalaran Deduktif ........................................................................................... 5
-          Bentuk-bentuk Penalaran Deduktif .................................................................. 6
-          Silogisme Kategorial ........................................................................................ 7
-          Silogisme Hipotesis .......................................................................................... 8
-          Silogisme Disjungtif ......................................................................................... 10
-          Entimen ............................................................................................................ 10
BAB III Penutup ....................................................................................................................... 11
Daftar Pustaka ........................................................................................................................... 12
           






BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Penalaran merupakan hal yang kita sering gunakan sehari hari di dalam berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang terdekat baik keluarga maupun kerabat di tempat kuliah atau di kantor. Namun penulis akan menjelaskan pembahasan kali ini tentang penalaran yang penggunaanya kita gunakan di dalam bahasa kita sehari hari yaitu Bahasa Indonesia.

1.2  Rumusan Masalah

a.       Apakah yang dimaksud dengan Penalaran Deduktif ?
b.      Apa saja jenis-jenis Penalaran Deduktif ?
c.       Apa yang dimaksud Silogisme ?
d.      Apa yang dimaksud Entimen ?

1.3  Tujuan

Tujuan penulisan ini sadalah untuk peningkatan mutu dalam penggunaan Bahasa Indonesia dalam menguasai kemampuan berfikir, bersifat rasional dan dinamis berpandangan untuk menganalisa konsep penalaran induktif.









BAB II

PEMBAHASAN


Penalaran Deduktif

Dalam berbahasa sehari-hari ataupun secara formal, dalam bentuk tulisan maupun lisan, pernalaran yang tepat perlu digunakan. Khususnya dalam penulisan, kita harus berpikir, menghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan dan sebagainya supaya bisa menarik kesimpulan yang tepat. Namun pada kesempatan ini saya hanya akan membahas Penalaran Deduktif.
Penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
            Contoh :
-          Premis 1          =          Semua makhluk adalah ciptaan Tuhan (U)
-          Premis 2          =          Manusia adalah makhluk hidup (U)
-          Premis 3          =          Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan (K)
Dapat dilihat dari contoh diatas bahwa deduksi ialah proses pemikiran yang berpijak pada pengetahuan yang lebih umum untuk menyimpulkan pengetahuan yang lebih khusus. Bentuk standar dari penalaran deduktif adalah silogisme, yaitu proses penalaran di mana dari dua proposisi (sebagai premis) ditarik suatu proposisi baru (berupa konklusi). Artinya apa yang dikemukakan di dalam kesimpulan secara tersirat telah ada di dalam pernyataan tersebut.
Jadi sebenarnya proses deduksi ini tidak menghasilkan suatu pengetahuan yang baru, melainkan pernyataan kesimpulan yang konsisten berdasarkan pernyataan dasarnya.

Bentuk-bentuk Penalaran Deduktif
            Menurut bentuknya, Penalaran Deduktif dibagi menjadi dua yaitu :
1.      Silogisme
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, silogisme adalah bentuk, cara berpikir atau menarik simpulan yang terdiri atas premis umum, premis khusus, dan simpulan. Silogisme merupakan suatu cara pernalaran yang formal. Namun, bentuk pernalaran ini jarang dilakukan dalam komunikasi sehari-hari. Yang sering dijumpai hanyalah pemakaian polanya, meskipun secara tidak sadar.
Silogisme terdiri dari :
-          Silogisme Kategorial
-          Silogisme Hipotesis
-          Silogisme Disjungtif
Sebelum mengulas satu per satu bentuk, perlu diketahui beberapa istilah berikut:

-          Proposisi : kalimat logika yang merupakan pernyataan tentang hubungan antara dua atau beberapa hal yang dapat dinilai benar atau salah.
-          Term : adalah suatu kata atau kelompok kata yang menempati fungsi subjek (S) atau predikat (P).
-          Term minor : adalah subjek pada simpulan.
-     Term menengah : menghubungkan term mayor dengan term minor dan tidak boleh terdapat pada simpulan.

Silogismen Kategorial
            Adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).

Adapun menurut KBBI simpulan berdasarkan silogisme kategorial adalah keputusan yg sama sekali tanpa berdasarkan syarat.
Contoh:
Premis mayor =          Semua makhluk hidup membutuhkanoksigen.
                                                (Middle term)       (Predikat)
Premis minor   =          Manusia adalah makhluk hidup.
                                      (Subjek)             (Middle term)
Simpulan         =          Manusia membutuhkan oksigen.
                                      (Subjek)  (Predikat)  
Hukum-hukum Silogisme
a. Prinsip-prinsip Silogisme kategoris mengenai term:
1. Jumlah term tidak boleh kurang atau lebih dari tiga
1.      Term menengah tidak boleh terdapat dalam kesimpulan
2.      Term subyek dan term predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada dalam premis.
3.      Luas term menengah sekurang-kurangnya satu kali universal.

b. Prinsip-prinsip silogisme kategoris mengenai proposisi:
1.      Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan harus afirmatif juga.
2.      Kedua premis tidak boleh sama-sama negatif.
3.      Jika salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga (mengikuti proposisi yang paling lemah)
4.      Salah satu premis harus universal, tidak boleh keduanya pertikular.


Silogisme Hipotesis

            Adalah silogisme argumen yang premis mayornya berupa posisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi kategorik.
Adapun menurut KBBI silogisme hipotesis merupakan penarikan simpulan atau keputusan yang kebenerannya berdasarkan syarat tertentu.
Macam-macam tipe silogisme hipotesis:
1.  Premis minornya mengakui bagian antecedent.
Contoh:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.

2. Premis minornya mengakui bagian konsekuennya.
Contoh:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.

3.  Premis minornya mengingkari antecedent.
Contoh:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
Jadi kegelisahan tidak akan timbul.

4. Premis minornya mengingkari bagian konsekuennya.
Contoh:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah
Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.

Silogisme Disjungtif

Adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disjungtif sedangkan premis minornya kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.
Adapun menurut KBBI silogisme disjungtif ini merupakan penarikan simpulan atau keputusan berdasarkan beberapa kemungkinan kebenaran pernyataan, tetapi hanya salah satu pernyataan yg benar.
Silogisme ini terdiri dari dua macam: silogisme disjungtif dalam arti sempit dan silogisme disjungtif dalam arti luas.

Silogisme disjungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif.
Contoh:
la lulus atau tidak lulus.
Ternyata ia lulus.
la bukan tidak lulus.

Silogisme disjungtif dalam arti luas premis mayomya mempunyai alternatif bukan kontradiktif.
Contoh:
Hasan berada di rumah atau di pasar.
Ternyata tidak di rumah.
Jadi Hasan berada di pasar.

Silogisme disjungtif dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu:
-          Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusinya adalah mengakui alternatif yang lain.
Contoh:
Ia berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di luar.
Jadi ia berada di dalam.

Ia berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di dalam.
Jadi ia berada di luar.

-          Premis minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari alternatif yang lain.
Contoh:
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di masjid.
Jadi ia tidak berada di sekolah.

Hukum-hukum Silogisme Disjungtif:
- Silogisme disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid.
-  Silogisme disjungtif dalam arti luas.
a. Bila premis minor mengakui salah satu alterna konklusinya sah (benar).
b. Bila premis minor mengingkari salah satu alterna konklusinya tidak sah (salah).

2.      Entimen

Praktek nyata berbahasa dengan pola silogisme memang jarang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik tulisan maupun lisan. Namun entimen (yang pada dasarnya adalah pola silogisme) sering dijumpai pemakaiannya. Di dalam entimen salah satu premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.

Contoh:
Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.

Kalimat di atas dapat dipenggal menjadi 2 bagian:
-          Menipu adalah dosa. >> Kesimpulan
-          Karena (menipu) merugikan orang lain. >> Premis Minor, karena bersifat khusus.

Dalam kalimat di atas, premis yang dihilangkan adalah premis mayor. Untuk melengkapinya kita harus ingat bahwa premis mayor selalu bersifat lebih umum, jadi tidak mungkin subjeknva "menipu". Kita dapat menalar kembali dan menemukan premis mayornya: Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa.

Untuk mengubah entimem menjadi silogisme, mula-mula kita cari dulu simpulannya. Kata-kata yang menandakan simpulan ialah kata-kata seperti: jadi, maka, karena itu, dengan demikian, dan sebagainya. Kalau sudah, kita temukan apa premis yang dihilangkan.





BAB III
PENUTUP


Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul tulisan ini.

Saya banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada saya demi sempurnanya tulisan ini dan penulisan lainnya di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga tulisan ini berguna bagi para pembaca yang budiman pada umumnya.




DAFTAR PUSTAKA

http://rarapsp.blogspot.co.id/2013/10/penalaran-deduktif-silogisme-entimen.html
http://nopi-dayat.blogspot.co.id/2010/03/penalaran-deduktif.html